Teman Ngeteh,
Jejaring sosial semakin banyak ragamnya dan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini, terutama kalangan usia muda. Penggunaannya pun beraneka ragam, tergantung jenis jejaring sosialnya, maupun karakter dari penggunanya. Ada orang yang menggunakannya untuk sharing pengetahuan (dari yang sederhana sampai rumit), diary online (menceritakan yang layak dikonsumsi publik sampai yang sebenarnya bukan konsumsi publik), curhat (baik terang-terangan ataupun colongan), public chat (percakapan yang bisa dilihat orang lain yang tidak ikut bercakap-cakap), sarana penghubung pertemanan (baik yang merupakan teman nyata maupun teman cari-cari), dan sebagainya. Semua penggunaan tersebut merupakan cara dari individu masing-masing mengekepresikan diri dalam penggunaan teknologi. Hal yang tentunya kita sering baca dari jejaring sosial, apakah itu status/tweet, biodata, informasi, atau bahkan testimoni/wall ke teman, adalah kutipan dari perkataan orang lain yang dipandang mewakili suasana. Kutipan ini, dewasa ini, sering disebut sebagai quote. Quote ini yang menjadi pokok bahasan kita sambil ngeteh di sore bercuaca hujan kali ini.
Quote dapat kita terjemahkan sebagai kutipan, yakni, suatu perkataan / penggalan perkataan dari orang lain, baik secara lisan maupun tulisan. Quote ini bisa berasal dari seorang filsuf, ilmuwan, rohaniwan, pujangga, bahkan pejuang. Profesi/sifat dari yang di-quote, tentu saja menentukan corak quote itu sendiri. Quote pejuang cenderung membakar semangat, quote rohaniwan cenderung berisi ajakan religius, quote filsuf banyak berisi pesan-pesan bijak menurut versinya, dan yang paling banyak adalah quote pujangga cinta yang berisi kata-kata yang mewakili perasaan. Quote yang terakhir inilah yang mempunyai kecenderungan banyak pengutipnya. Hal ini bisa disebabkan karena suatu kecenderungan manusia itu sendiri yang mempunyai suatu vulnerability (kerentanan) terhadap sesuatu hal yang dirasakan inderanya (mendengar, membaca, dsb) disaat di dalam dirinya juga sedang atau pernah mengalami hal yang mirip.
Orang yang hatinya berbunga-bunga dilanda asmara, cenderung mudah mengutip quote-quote yang berbau romantis, begitu sebaliknya, orang yang sedang patah hati, akan mempunyai kecenderungan mengutip quote yang berisi perasaan luka, kesedihan mendalam, meratap, dan semacamnya. Setelah membaca quote senasib, tangisnya dan kesedihannya bisa semakin menjadi. Kemudian, ada semacam dorongan untuk menyuarakan quote itu kepada orang lain dengan berbagai alasan, apakah sekedar ungkapan hati, menunjukkan kalau dia sedang luka/senang, dan setelah dikatakan ulang, tangis dan kesedihannya malah makin menjadi. Bukan hal yang salah memang, dan juga suatu fakta bahwa sangat jarang orang yang sedih hatinya justru mengutip quote-quote gelora semangat berjuang dari trainer-trainer, atau quote-quote dari ilmuwan. Misalnya, ada orang patah hati dikhianati, namun di akun jejaring sosialnya malah menulis “Sesungguhnya energi adalah massa dikali kuadrat kecepatan cahaya”. Sungguh hal yang langka terjadi demikian. Kebiasaan melarutkan diri dengan kutipan-kutipan tersebut secara lambat laun, bisa mempengaruhi perilaku manusia itu sendiri dan kadang lingkungannya. Akan terjadi perubahan dari human behaviour dari orang-orang sebelum, dan sesudah mempunyai kebiasaan itu.
Kenapa bisa sebagian besar masyarakat maya kita mudah terpengaruh quote? Hal ini karena dewasa ini, dalam jejaring sosial, kita jumpai quote-quote tersebut kebanyakan berisi retorika-retorika. Definisi retorika itu sendiri adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen (sumber: wikipedia), atau dengan bahasa mudahny, retorika adalah pernyataan yang memancing perasaan orang lain untuk ikut terlarut dan bersimpati di dalamnya. Apalagi jika retorika itu sesuai dengan keadaan emosional pembaca saat itu, maka efek persuasif dari retorika quote tersebut akan berlipat.
Secara luas, retorika ini sendiri (rhetoric, en) sebenarnya adalah seni dan ilmu yang mempelajari efek bahasa yang mempunyai efek persuasif. Menurut Aristitoteles, ada 3 elemen daya tarik persuasif dari kalimat retorik, yakni logos (memakai kalimat logika, kejadian-kejadian), pathos (memakai kalimat-kalimat emosional, melibatkan perasaan), dan pathos (memakai kalimat-kalimat yang membawa pesan kebenaran, etika, kepantasan, kebijakan). Dengan mengkombinasikan tiga hal tersebut dalam satu kalimat retorika, jadilah qoute yang cenderung banyak disampaikan ulang (retweet) bagi pembacanya. Apalagi jika kalimat quote retorik tersbut menyangkut untung-rugi bagi pembaca, maka jumlah yang terpengaruh akan berlipat lagi.
Dahulu, mungkin juga masih banyak kita jumpai sekarang, kalimat retorika dipakai politikus untuk mencari dukungan dengan mempengauhi pola pikir massa. Dalam hal quote, memang ini tidak dimaksudkan secara langsung untuk mempengaruhi massa. Namun sifat mudah terbawa pengaruh quote akan menyebabkan berkurangnya pola pikir yang sistematis dikarenakan dengan mudah menyederhanakan masalah, kejadian, kepantasan dalam satu kalimat saja. Quote hanyalah opini pribadi yang semestinya tidak dipandang lebih dari itu, sampai-sampai bisa mempengaruhi keadaan emosional manusia. Semoga kita tidak menjadi korban-korban retorika quote.