Teman ngeteh,
Beberapa minggu ini, kita telah mendengar dan membaca berita-berita dan tweets mengenai wacana pemblokiran Blackberry oleh Menkominfo. Banyak pihak yang pro, banyak juga yang kontra. Pemahaman masing-masing pihak pun berbeda-beda pula. Ada yang menekankan di sisi keuangan negara (pajak), moral (filter konten pornografi), teknologi (implementasi), pribadi (sudah jadi pengguna dan terlanjur membeli), bisnis (memakai BB untuk bisnisnya), serta hiburan (memakai BB untuk beraktivitas sosial). Masing-masing pihak tersebut mempunyai argumen yang mempunyai tingkat kebenaran berbeda-beda pula. Kadang, dapat kita lihat pihak yang satu menyalahkan pihak yang lain. Belum ditambah tweet-tweet dukungan terhadap pandangan-pandangan pakar dengan bahasa dari yang intensitas lemah sampai kuat. Terlepas dari bagaimana detilnya masing-masing pakar memaparkan pandangannya, marilah duduk sejenak, bersantai, ngeteh hangat sambil membahas persoalan ini dengan ringan dari beberapa segi. Walaupun sebenarnya Blackberry cukup awam bagi kedai teh ini, soalnya peraciknya tidak menggunakan BB 🙂
Marilah kita awali dengan mengetahui apakah itu RIM. Secara umum, RIM adalah singkatan dari Research In Motion, Limited, suatu perusahaan multinasional asal Kanada yang bergerak di bidang telekomunikasi. Situs resmi RIM adalah www.rim.com. Teman ngeteh bisa melihat-lihat kesana untuk detilnya. Salah satu produk dari RIM adalah perangkat seluler genggam cerdas (smartphone) Blackberry, yang banyak dipakai masyarakat Indonesia dewasa ini untuk kepentingan yang beragam.
Perkembangan Blackberry di Indonesia sangat pesat dengan penggunaan yang beragam. Menurut Markplus, 45% digunakan untuk email (yang menurut saya termasuk juga email notifikasi jejaring sosial yang jumlahnya bisa ratusan email/orang/hari), 45% untuk chatting dan jejaring sosial (forum, update status, kirim wall, unggah foto, dan berkomentar), dan sisanya 10% sisanya untuk browsing. Alasan mengapa banyak orang memilih Blackberry, bisa saya kutip dari Crackberry mengenai alasan mengapa orang memilih blackberry. Saya juga sertakan opini dari peracik teh mengenai poin-poin tersebut:
- Piranti All in One terintegrasi. Artinya dalam 1 piranti, orang akan mendapatkan fungsi sebagai telepon, pengirim sms, email, organizer, pemutar media musik/video, alarm, jejaring sosial, dan sebagainya. Menurut saya, fungsi ini juga bisa dipenuhi merk lain dewasa ini.
- Mudah penggunaannya. Dari sisi pengaturan, dikatakan BB lebih mudah disetting. Menurut saya, hal ini tentu saja hal yang subjektif. Pengguna merek lain akan meng-klaim bahwa urusan pengaturan adalah sama mudahnya. Apalagi bagi advanced user yang menghendaki akses tak terbatas. Pendapat mengenai penggunaan akan berbeda-beda.
- Email terbaik. Dikatakan bahwa dengan BB, orang akan dengan mudah dan seketika dalam mendapatkan email dengan teknologi push-emailnya. Namun, agaknya tidak semua orang mengetahui bahwa teknologi push tidak hanya milik BB. Samsung, Nokia, iPhone, Android, bahkan HP keluaran China-pun sudah mempunyai teknologi ini.
- Daya tarik/gaya hidup. Agaknya ini adalah faktor yang paling banyak sebagai alasan kuat. Hal ini tentu saja subjektif bagi masing-masing individu. Ada yang pro, adapula yang kontra. Seperti teman saya yang sangat gandrung pada Androidnya.
- Blackberry Messenger (BBM). Ini adalah salah satu faktor yang juga banyak menjadi alasan orang membeli BB. Dengan BBM, biaya percakapan text bisa ditekan, lebih menarik, langsung, dan bisa dalam bentuk grup. Namun masalahnya, untuk menggunakan fitur ini, handset yang digunakan harus merek Blackberry, tidak bisa diakses merek lain, Nokia misalnya. Fitur ini sebenarnya juga dimiliki oleh merek lain seperti Nexian Messenger milik Nexian, pingchat, pMessenger, dan beberapa aplikasi lain yang bisa diimplementasikan pada semua merk baik itu bersistem PIN, maupun user ID yang bisa ditentukan sendiri. Sebenarnya fungsi chat semacam ini bisa dibuat siapa saja yang ingin mengembangkan, baik itu selevel operator, perusahaan, nasional, atau komunitas lain dengan XMPP yang mana tidak tergantung pada merk.
- Usia baterai yang awet. Hal ini bisa dibenarkan, walaupun merek lain juga mengembangkan baterainya. Mungkin ada teman ngeteh yang bisa memberikan referensi daya tahan baterai pirantinya untuk dibandingkan.
- Game. Menurut saya, game apps iPhone dan Android lebih bagus dalam hal ini.
- Keamanan. Koneksi BB adalah ter-enkripsi, artinya data yang dikirimkan telah disandikan. Inilah salah satu hal yang dipermasalahkan pemerintah akhir-akhir ini ditambah beberapa aspek mengenai server.
- Komunitas. Seperti merk, lain, tentu saja masing-masing mempunyai komunitas sendiri-sendiri.
Lantas, mengapa banyak yang memprotes wacana pemblokiran oleh menkominfo? menurut saya, itu lebih banyak disebebkan aspek sosial. Walaupun berbeda latar belakang masalah, ini seperti gejolak saat masyarakat pengguna minyak tanah saat “dipaksa” untuk menghentikan pemakaiannya dan berpindah ke LPG. Pergantian produk yang telah dipakai luas dan lama seperti, akan selalu menimbulkan gejolak dan protes. Belum lagi protes dari orang yang ada ikatan kuat dengan BBM. Apakah itu dipakai untuk komunikasi dengan sanak keluarga yang di jauh, teman-teman, kelompok, fans, arisan, gosip, ataupun untuk keperluan lain. Protes itu akan ditambah dari orang-orang yang bersusah payah dalam membeli BB itu. Perasaan kesal karena merasa apa yang dibeli dengan susah payah itu akan menjadi tidak berguna. Selain itu, kalangan yang melihat kebijakan ini dari sudut teknik juga akan mengkritisi sudut pandang pemerintah. Lalu, manakah yang benar? Atau setidaknya, bagaimanakah sebenarnya duduk permasalahan ini? Pembahasan dari sudut keilmuan masing-masing jelas akan membuat bingung dan tak paham bagi kalangan yang tidak mempelajari keilmuan tersebut. Apakah itu sudut keilmuan keuangan/perpajakan, teknologi informasi, bahkan keilmuan keagamaan/moral. Walaupun, tentu saja tiap orang pasti melek ekonomo, pajak, teknologi, agama, dan moral dengan kadar yang beragam. Dan masing-masing mempunyai pembelaan yang mana dewasa ini terkesan kabur antara fungsi dan gengsi.
Dari sisi RIM, pengguna Indonesia yang banyak dan masih sangat mungkin makin bertambah lagi, tentu saja tuntutan ini tidak akan dipandang main-main. Diblokir Indonesia sama saja RIM kehilangan pasar yang besar. Disadari atau tidak, masyarakat Indonesia mempunyai kekuatan sebagai konsumen yang besar. Apabila masyarakat kompak untuk meminta perubahan pada produk tertentu, hal itu akan menjadi pertimbangan sendiri bagi produsesen.
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, dengan potensi konsumen yang besar itu, akankah Indonesia juga bisa menjadi produsen yang besar pula? Apakah selamanya kita menjadi bangsa yang konsumtif? Yang hanya bisa menikmati produk-produk teknologi bangsa lain tanpa berupaya membuat teknologi itu sendiri.