Category Archives: Teh Kebudayaan

Hiruk-Pikuk Sosial Media

Kawan ngeteh,

Beberapa waktu belakangan, tidak dapat dipungkiri di sosial-media banyak terjadi kehebohan, kubu-kubuan, debat kusir sana-sini, bahkan tak jarang timbulnya caci maki. Media sosial juga dipakai untuk mengemukakan pedapat dari cara yang biasa sampai tidak biasa, mengemukakan pendapat dari monolog, dialog, sampai keroyokan. Penyampaian ada pula yang narasi, persuasi, sampai pemaksaan kehendak, bahkan mengecam sesat dan bid’ah, sehingga tak heran akhirnya yang timbul ialah bertengkar dan caci maki.

Sambil ngeteh, saya mendengar wejangan salah seorang guru saya,

Bawalah bersama diri kalian kebenaran rahmat dan kasih sayang Allah Ta’ala kepada hamba-hambaNya, yang mana kalian tidak mampu menterjemahkannya, melainkan lihatlah diri kalian dengan mereka yang mencaci kalian, menyakiti kalian, mengutuk kalian, dan juga mengutuk pengajian-pengajian kalian dan guru-guru kalian.

Bagaimanakah diri kalian berinteraksi dengan mereka, berkasih sayang dengan mereka selepas itu? Padahal merekalah yang lebih berhak untuk dikasihi. Karena mereka telah merendahkan diri mereka sendiri kepada kebinasaan karena menyakiti ummat lain. Mereka tidak berkuasa menahan kebinasaan tersebut. Maka bagaimanakah kamu bisa bergembira atas kebinasaan mereka?

Dan janganlah pula kalian berdoa, “wahai Tuhan, selamatkanlah diriku dan musnahkanlah mereka”. Oleh karena itu, wajiblah kita membawa makna kasih sayang ini kepada hamba-hamba Allah Ta’ala. Janganlah berdendam dengan mereka yang mencaci, mengutuk, dan menyakiti kalian.

Bukan tugas kalian untuk membalas cacian mereka dengan cacian dan sebagainya. Tugas kalian ialah untuk membawa amanah ini, memberi kesadaran kepada mereka, melalui  wahyu dan menyampaikan dengan cara yang baik kepada mereka.

Tugas dakwah kalian kepada mereka ialah berdiam pada keadaan tertentu, dan senyuman pada keadaan tertentu, dan berpaling pada situasi-situasi tertentu.

Inilah penyampaian, inilah amanah, inilah penerimaan.

Demikian sebagian wejangan guru saya, marilah kita ciptakan suasana damai di Nusantara, agar bisa duduk tenang ngeteh bersama.

Keselamatan Transportasi Publik

Membaca berita mengenai korban pembunuhan dan perkosaan di angkot, saya berpendapat bahwa kita perlu memikirkan dan membahas kembali keselamatan dan keamanan fasilits publik, termasuk transportasi umum. Kita tidak boleh hanya menyoroti masalah korupsi, suap, dan kasus-kasus berbau politik sementara hal-hal lain yang menyangkut hajat hidup orang banyak menjadi terlupakan. Seperti kita ketahui, transportasi di Indonesia sangat beragam. Selain transportasi besar seperti pesawat terbang, kereta api, kapal laut, dan bus, juga terdapat transportasi kecil jarak dekat seperti angkot, becak, ojek, taksi, dan sebagainya yang unik di daerah satu dan yang lain.

Beberapa kali kita jumpai terjadinya peristiwa perampokan, penculikan, dan perkosaan pada transportasi umum skala kecil tersebut. Baru-baru ini, Livia, mahasiswi Binus telah menjadi korban pembunuhan dan perkosaan jasad oleh supir angkot dan komplotannya. Hal ini menimbulkan beberapa dampak begatif pada beberapa pihak. Kepercayaan publik terhadap angkot bisa menurun, tentu saja secara tidak langsung, ini bisa mempengaruhi pendapatan sopir angkot yang pada umumnya berasal dari golongan menengah kebawah. Apa jadinya apabila pendapatan sehari-hari yang mereka rasa masih kurang, menjadi makin berkurang gara-gara ulah segelintir rekan seprofesinya. Ketidakpercayaan publik kepada angkot jelas akan mengurangi pilihan publik itu sendiri dalam memilih cara berpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Efek tidak langsung yang bisa terjadi adalah mahasiswa yang biasanya memakai jasa angkot, bisa lantas menggunakan sepeda motor dalam mobilitas jarak dekatnya. Ini mungkin bisa memberi keuntungan bagi produsen sepeda motor. Namun, dari segi lalu lintas dan perhubungan, tindakan ini bisa mengakibatkan makin padatnya lalu lintas dan makin banyaknya polusi. Belum lagi jika beberapa diantaranya malah kemudian memakai mobil pribadi. Mungkin ada satu dua yang memakai jasa taksi, namun dari segi biaya, tentulah ini tidak ekonomis untuk jangka panjang. Di sisi lain, ketersediaan angkutan yang lebih besar seperti bus, kereta api, trans, belumlah bisa menjangkau semua area seperti angkot. Begitu pula angkutan kecil lain seperti becak, bemo, dan ojek. Harga dan kapasitasnya belum bisa menyamai angkot. Pendapat yang meminta angkot dihapus dan diganti dengan transportasi masal yang lebih besar, jelas bukanlah keputusan yang bijak, ini menurut saya akan menimbulkan efek sosial yang lebih buruk dan berkelanjutan.

Menurut hemat saya, perlu upaya dari badan terkait untuk lebih mengatur sarana publik terutama transportasi umum agar tercapai tingkat keselamatan dan keamanan yang lebih tinggi dalam pemanfaatannya. Ini juga akan memberi rasa aman bagi masyarakat yang merupakan salah satu kewajiban mereka sebagai bagian dari pemerintah. Kendati, perlu juga peran aktif masyarakat dalam mematuhi aturan ini dalam menunjang tercapainya tujuan tersebut.

Perlu suatu informasi yang tersebar merata dalam bentuk Pedoman Perencanaan Sistem Keselamatan, Keamanan, dan Persiapan Keadaan Genting Transportasi Umum, atau apapun singkatan yang hendak dibikin pemerintah. Yang jelas, kita semua berharap petunjuk tersebut terstruktur, terukur, dan bisa dilaksanakan secara tepat. Pedoman ini tidak hanya mengatur hal-hal besar seperti ancaman teroris, kelumpuhan transportasi masal, melainkan juga hal-hal keamanan pribadi seperti metode pencegahan dan pengurangan kemungkinan tindak kejahatan di sarana transportasi publik.

Continue reading

Ngobrol Ringan RIM di Kedai Teh

Teman ngeteh,

Beberapa minggu ini, kita telah mendengar dan membaca berita-berita dan tweets mengenai wacana pemblokiran Blackberry oleh Menkominfo. Banyak pihak yang pro, banyak juga yang kontra. Pemahaman masing-masing pihak pun berbeda-beda pula. Ada yang menekankan di sisi keuangan negara (pajak), moral (filter konten pornografi), teknologi (implementasi), pribadi (sudah jadi pengguna dan terlanjur membeli), bisnis (memakai BB untuk bisnisnya), serta hiburan (memakai BB untuk beraktivitas sosial). Masing-masing pihak tersebut mempunyai argumen yang mempunyai tingkat kebenaran berbeda-beda pula. Kadang, dapat kita lihat pihak yang satu menyalahkan pihak yang lain. Belum ditambah tweet-tweet dukungan terhadap pandangan-pandangan pakar dengan bahasa dari yang intensitas lemah sampai kuat. Terlepas dari bagaimana detilnya masing-masing pakar memaparkan pandangannya, marilah duduk sejenak, bersantai, ngeteh hangat sambil membahas persoalan ini dengan ringan dari beberapa segi. Walaupun sebenarnya Blackberry cukup awam bagi kedai teh ini, soalnya peraciknya tidak menggunakan BB 🙂

Marilah kita awali dengan mengetahui apakah itu RIM. Secara umum, RIM adalah singkatan dari Research In Motion, Limited, suatu perusahaan multinasional asal Kanada yang bergerak di bidang telekomunikasi.  Situs resmi RIM adalah www.rim.com. Teman ngeteh bisa melihat-lihat kesana untuk detilnya. Salah satu produk dari RIM adalah perangkat seluler genggam cerdas (smartphone) Blackberry, yang banyak dipakai masyarakat Indonesia dewasa ini untuk kepentingan yang beragam.

Perkembangan Blackberry di Indonesia sangat pesat dengan penggunaan yang beragam. Menurut Markplus, 45% digunakan untuk email (yang menurut saya termasuk juga email notifikasi jejaring sosial yang jumlahnya bisa ratusan email/orang/hari), 45% untuk chatting dan jejaring sosial (forum, update status, kirim wall, unggah foto, dan berkomentar), dan sisanya 10% sisanya untuk browsing. Alasan mengapa banyak orang memilih Blackberry, bisa saya kutip dari Crackberry mengenai alasan mengapa orang memilih blackberry. Saya juga sertakan opini dari peracik teh mengenai poin-poin tersebut:

  1. Piranti All in One terintegrasi. Artinya dalam 1 piranti, orang akan mendapatkan fungsi sebagai telepon, pengirim sms, email, organizer, pemutar media musik/video, alarm, jejaring sosial, dan sebagainya. Menurut saya, fungsi ini juga bisa dipenuhi merk lain dewasa ini.
  2. Mudah penggunaannya. Dari sisi pengaturan, dikatakan BB lebih mudah disetting. Menurut saya, hal ini tentu saja hal yang subjektif. Pengguna merek lain akan meng-klaim bahwa urusan pengaturan adalah sama mudahnya. Apalagi bagi advanced user yang menghendaki akses tak terbatas. Pendapat mengenai penggunaan akan berbeda-beda.
  3. Email terbaik. Dikatakan bahwa dengan BB, orang akan dengan mudah dan seketika dalam mendapatkan email dengan teknologi push-emailnya. Namun, agaknya tidak semua orang mengetahui bahwa teknologi push tidak hanya milik BB. Samsung, Nokia,  iPhone,  Android, bahkan HP keluaran China-pun sudah mempunyai teknologi ini.
  4. Daya tarik/gaya hidup. Agaknya ini adalah faktor yang paling banyak sebagai alasan kuat. Hal ini tentu saja subjektif bagi masing-masing individu. Ada yang pro, adapula yang kontra. Seperti teman saya yang sangat gandrung pada Androidnya.
  5. Blackberry Messenger (BBM). Ini adalah salah satu faktor yang juga banyak menjadi alasan orang membeli BB. Dengan BBM, biaya percakapan text bisa ditekan, lebih menarik, langsung, dan bisa dalam bentuk grup. Namun masalahnya, untuk menggunakan fitur ini, handset yang digunakan harus merek Blackberry, tidak bisa diakses merek lain, Nokia misalnya. Fitur ini sebenarnya juga dimiliki oleh merek lain seperti Nexian Messenger milik Nexian, pingchat, pMessenger, dan beberapa aplikasi lain yang bisa diimplementasikan pada semua merk baik itu bersistem PIN, maupun user ID yang bisa ditentukan sendiri. Sebenarnya fungsi chat semacam ini bisa dibuat siapa saja yang ingin mengembangkan, baik itu selevel operator, perusahaan, nasional, atau komunitas lain dengan XMPP yang mana tidak tergantung pada merk.
  6. Usia baterai yang awet. Hal ini bisa dibenarkan, walaupun merek lain juga mengembangkan baterainya. Mungkin ada teman ngeteh yang bisa memberikan referensi daya tahan baterai pirantinya untuk dibandingkan.
  7. Game. Menurut saya, game apps iPhone dan Android lebih bagus dalam hal ini.
  8. Keamanan. Koneksi BB adalah ter-enkripsi, artinya data yang dikirimkan telah disandikan. Inilah salah satu hal yang dipermasalahkan pemerintah akhir-akhir ini ditambah beberapa aspek mengenai server.
  9. Komunitas. Seperti merk, lain, tentu saja masing-masing mempunyai komunitas sendiri-sendiri.

Lantas, mengapa banyak yang memprotes wacana pemblokiran oleh menkominfo? menurut saya, itu lebih banyak disebebkan aspek sosial. Walaupun berbeda latar belakang masalah, ini seperti gejolak saat masyarakat pengguna minyak tanah saat “dipaksa” untuk menghentikan pemakaiannya dan berpindah ke LPG. Pergantian produk yang telah dipakai luas dan lama seperti, akan selalu menimbulkan gejolak dan protes. Belum lagi protes dari orang yang ada ikatan kuat dengan BBM. Apakah itu dipakai untuk komunikasi dengan sanak keluarga yang di jauh, teman-teman, kelompok, fans, arisan, gosip, ataupun untuk keperluan lain. Protes itu akan ditambah dari orang-orang yang bersusah payah dalam membeli BB itu. Perasaan kesal karena merasa apa yang dibeli dengan susah payah itu akan menjadi tidak berguna. Selain itu, kalangan yang melihat kebijakan ini dari sudut teknik juga akan mengkritisi sudut pandang pemerintah. Lalu, manakah yang benar? Atau setidaknya, bagaimanakah sebenarnya duduk permasalahan ini? Pembahasan dari sudut keilmuan masing-masing jelas akan membuat bingung dan tak paham bagi kalangan yang tidak mempelajari keilmuan tersebut. Apakah itu sudut keilmuan keuangan/perpajakan, teknologi informasi, bahkan keilmuan keagamaan/moral. Walaupun, tentu saja tiap orang pasti melek ekonomo, pajak, teknologi, agama, dan moral dengan kadar yang beragam. Dan masing-masing mempunyai pembelaan yang mana dewasa ini terkesan kabur antara fungsi dan gengsi.

Dari sisi RIM, pengguna Indonesia yang banyak dan masih sangat mungkin makin bertambah lagi, tentu saja tuntutan ini tidak akan dipandang main-main. Diblokir Indonesia sama saja RIM kehilangan pasar yang besar. Disadari atau tidak, masyarakat Indonesia mempunyai kekuatan sebagai konsumen yang besar. Apabila masyarakat kompak untuk meminta perubahan pada produk tertentu, hal itu akan menjadi pertimbangan sendiri bagi produsesen.

Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, dengan potensi konsumen yang besar itu, akankah Indonesia juga bisa menjadi produsen yang besar pula? Apakah selamanya kita menjadi bangsa yang konsumtif? Yang hanya bisa menikmati produk-produk teknologi bangsa lain tanpa berupaya membuat teknologi itu sendiri.