Membaca berita mengenai korban pembunuhan dan perkosaan di angkot, saya berpendapat bahwa kita perlu memikirkan dan membahas kembali keselamatan dan keamanan fasilits publik, termasuk transportasi umum. Kita tidak boleh hanya menyoroti masalah korupsi, suap, dan kasus-kasus berbau politik sementara hal-hal lain yang menyangkut hajat hidup orang banyak menjadi terlupakan. Seperti kita ketahui, transportasi di Indonesia sangat beragam. Selain transportasi besar seperti pesawat terbang, kereta api, kapal laut, dan bus, juga terdapat transportasi kecil jarak dekat seperti angkot, becak, ojek, taksi, dan sebagainya yang unik di daerah satu dan yang lain.
Beberapa kali kita jumpai terjadinya peristiwa perampokan, penculikan, dan perkosaan pada transportasi umum skala kecil tersebut. Baru-baru ini, Livia, mahasiswi Binus telah menjadi korban pembunuhan dan perkosaan jasad oleh supir angkot dan komplotannya. Hal ini menimbulkan beberapa dampak begatif pada beberapa pihak. Kepercayaan publik terhadap angkot bisa menurun, tentu saja secara tidak langsung, ini bisa mempengaruhi pendapatan sopir angkot yang pada umumnya berasal dari golongan menengah kebawah. Apa jadinya apabila pendapatan sehari-hari yang mereka rasa masih kurang, menjadi makin berkurang gara-gara ulah segelintir rekan seprofesinya. Ketidakpercayaan publik kepada angkot jelas akan mengurangi pilihan publik itu sendiri dalam memilih cara berpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Efek tidak langsung yang bisa terjadi adalah mahasiswa yang biasanya memakai jasa angkot, bisa lantas menggunakan sepeda motor dalam mobilitas jarak dekatnya. Ini mungkin bisa memberi keuntungan bagi produsen sepeda motor. Namun, dari segi lalu lintas dan perhubungan, tindakan ini bisa mengakibatkan makin padatnya lalu lintas dan makin banyaknya polusi. Belum lagi jika beberapa diantaranya malah kemudian memakai mobil pribadi. Mungkin ada satu dua yang memakai jasa taksi, namun dari segi biaya, tentulah ini tidak ekonomis untuk jangka panjang. Di sisi lain, ketersediaan angkutan yang lebih besar seperti bus, kereta api, trans, belumlah bisa menjangkau semua area seperti angkot. Begitu pula angkutan kecil lain seperti becak, bemo, dan ojek. Harga dan kapasitasnya belum bisa menyamai angkot. Pendapat yang meminta angkot dihapus dan diganti dengan transportasi masal yang lebih besar, jelas bukanlah keputusan yang bijak, ini menurut saya akan menimbulkan efek sosial yang lebih buruk dan berkelanjutan.
Menurut hemat saya, perlu upaya dari badan terkait untuk lebih mengatur sarana publik terutama transportasi umum agar tercapai tingkat keselamatan dan keamanan yang lebih tinggi dalam pemanfaatannya. Ini juga akan memberi rasa aman bagi masyarakat yang merupakan salah satu kewajiban mereka sebagai bagian dari pemerintah. Kendati, perlu juga peran aktif masyarakat dalam mematuhi aturan ini dalam menunjang tercapainya tujuan tersebut.
Perlu suatu informasi yang tersebar merata dalam bentuk Pedoman Perencanaan Sistem Keselamatan, Keamanan, dan Persiapan Keadaan Genting Transportasi Umum, atau apapun singkatan yang hendak dibikin pemerintah. Yang jelas, kita semua berharap petunjuk tersebut terstruktur, terukur, dan bisa dilaksanakan secara tepat. Pedoman ini tidak hanya mengatur hal-hal besar seperti ancaman teroris, kelumpuhan transportasi masal, melainkan juga hal-hal keamanan pribadi seperti metode pencegahan dan pengurangan kemungkinan tindak kejahatan di sarana transportasi publik.
Dalam bayangan saya, pedoman tersebut secara umum perlu mengidentifikasi berbagai macam ketidakpastian kejadian dalam transportasi publik di Indonesia kemudian mengaturnya. Hal ini banyak diajarkan dalam kuliah-kuliah manajemen ketidakpastian dan manajemen-manajemen lain. Digabungkan dengan disiplin ilmu lain seperti teknik jalan raya, kepolisian, dan sebagainya, ketidakpastian akan secara lebih pasti diketahui ragamnya untuk kemudian dipikirkan solusinya.
Ketidakpastian tersebut tentu saja harus memperhatikan aspek lokasi, sosial, dan karakter populasi di daerah tersebut yang tentu saja berbeda di daerah satu dan yang lainnya. Keberagaman jenis transportasi dan sistemnya tentunya masuk dalam pembahasan ini, mengingat antara daerah satu dan yang lain di Indonesia, jenis transportasi publiknya tidak sama. Jadi tidak bisa pedoman tersebut dibuat mengacu pada daerah Jakarta saja misalnya. Dalam penjelasannya, perlu dibuat aturan jelas mengenai masing-masing sistem transportasi tersebut misalnya pengaturan angkot di kota Bandung, harus dijelaskan secara detil siapa saja yang boleh menjadi penyedia armada, sertifikasi sopir, pelacakan dan pengkodean angkot, dan metode-metode lain agar angkot lebih tertata dan terawasi. Boleh saja angkot tersebut disebut transportasi murah, namun perlu adanya pengaturan secara profesional untuk menjamin rasa aman dan tertib. Sehingga tidak sembarang orang bebas menyamar menjadi sopir angkot dan menimbulkan tindak kejahatan.
Tidak menyangkut masalah kriminal saja, pedoman tersebut juga perlu membahas kemungkinan terjadinya tindak terorisme di sarana angkutan publik, aksi pembajakan, aksi mogok masal, dan keadaan darurat lain. Pejabat yang berwenang dan kewenangannya perlu diatur tegas sehingga tidak tumpang tindih dalam pelaksanaan dan lempar tanggung jawab saat ada kejadian tidak menyenangkan.
Secara umum, perlu adanya beberapa aturan jelas mengenai:
- Training bagi pelaku transportasi publik
- Kebijakan dan aturan untuk penumpang transportasi tertentu
- Kebijakan dan aturan untuk pengemudi serta sertifikasi dan tanda pengenal yang diperlukan
- Tombol darurat di setiap transportasi publik masal yang bisa menunjukkan tanda awal bahaya
- Pelatihan berkala, brosur, dan petunjuk lain bagi penumpang mengenai pedoman keselamatan dan keamanan berkendara di transportasi umum
Kemudian, dari segi material, perlu juga data terukur mengenai ketersediaan, perawatan, regenerasi, dan standar-standar lain untuk menjamin kualitas ketersediaan sarana transportasi publik yang disesuaikan aspek-aspek pada daerah yang bersangkutan. Jangan sampai yang terjadi pemerintah malah menyediakan transportasi yang kurang dari kebutuhan atau berlebihan dari yang dibutuhkan. Perencanaan ini tentu saja tidak hanya dibahas tertutup oleh pemerintah dan departemen terkaitnya, melainkan juga harus melibatkan ahli di bidangnya dan masukan masyarakat. Semoga transportasi Indonesia ke depan bisa menjadi lebih handal dan lebih baik.